PakSulaiman, lelaki tua yang tinggal tak jauh dari rumah kami kena stroke. Ia harus istirahat total dan berhenti menyupir untuk majikan nya. Kata istriku, majikan pak Sulaiman butuh supir baru segera. Istriku mengangsurkan secarik kertas bertuliskan nama dan alamat majikan Pak Sulaiman.

Cerita Mesum Nyata kali ini masih menceritakan sebuah kisah nyata yang berjudul "Ngentot Sama Supir pribadi". ini merupakan sebuah kisah nyata yang menceritakan seorang majikan wanita yang melakukan hubungan seksual dengan supir pribadinya. jangan lupa tetap bersama kami dan dapatkan update cerita mesum nyata, cerita dewasa, cerita hot dewaasa, cerita pendek dewasa, cerita pendek seks. kisah ini berawal dari kegiatan seperti biasa, sebut saja Pak Warso supir Pribadi mengantar saya ke kantor notaris hari ini karena ada urusan yang harus yang diselesaikan. Aku duduk di jok belakang, tiba2 saja aku mengamati pak warso yang selama ini menjadi sopir keluargaku.”hhmmmm…ternyata dia boleh juga, badan dia kekar dan berotot, apalagi itu nya yah…pasti nyummi” pikiran pikiran kotor mulai mempermainkan otakku. “pak Warso…dah berapa lama sih menikah kok belum punya anak” tanyaku ” 16 tahun Bu” jawab nya singkat ” kok lom punya anak…pasti Pak Warso kurang genjotan nya” kataku mulai menjuru ” siapa bilang bu…orang saya paling jago di ranjang…istri saya saja kadang minta ampun nangis nangis” jawab nya Aku dan pak warso memang dari dulu suka bicara blak blakan tapi baru kali ini menjurus ke soal ranjang. ” aahh…Gak percaya aku pak” jawabku “apa ibu mau saya kelonin…biar percaya” jawab nya sambil masih menyetir mobil. pikiranku semakin tidak menentu membayangkan tangan tangan Pak warso menyusuri tiap inchi kulit tubuhku. ” nggak ah pak laki laki mah besar di mulut doank…kek tamu tak di undang…belum juga di suruh masuk udah keluar duluan’ jawab ku sedikit menantang. ” Bu…andai saja Ibu bukan majikan saya, dah dari dulu ibu saya perkosa” jawab nya dan membuat aku terkejut. Sepulang dari kantor notaris pikiranku masih saja memikirkan kata kata pak Warso ingin rasanya menikmatin benjolan di balik seleting celananya itu. “pak, tolong belikan ini ya…pake uang bapak dulu deh nanti aku ganti” kataku sambil menyerahkan secarik kertas yang sebenar nya bukan lah catatan belanja melainkan tulisanku menantang dia. ” PAK…AKU TUNGGU SAMPAI DIMANA KAMU BERANI SAMA AKU….KALO MEMANG JANTAN BUKTIKAN” tulisku di kertas itu. Aku menuju meja makan setelah memberikan note kecil pada pak warso, aku duduk di meja makan, yang arah nya membelakangi ruang tamu. Tiba tiba saja aku merasakan tangan kekar mencengkeram susuku, meremas nya dengan gemas nya, dan nafas memburu terdengar jelas di telingaku. ” aaahhhh…kamu mau aku entot dimana…katakan…hhhhmmmmm….” katanya sambil terus melumat kupingku dan meremas remas payudaraku yang montok. ” ssshhhh…..aaahhhh pak…terusin pak….nikmat sekali” jawabku sambil mulai meraih bibir nya, aku semakin bernafsu ketika tangan pak warso turun keselakanganku. aku semakin gila meneima rangsangan itu. “ooohhhh….hhhhmmmm….terusin pak….ayo pak terusin” dan tiba tiba aku merasa remasan remasan dia mengendor bersamaan lenyap nya dia dari belakangku. Aku kecewa bukan kepalang , aku masuk kamar dan menutup pintu. Keesokan hari nya aku sengaja nggak ngomong apa apa ke pak warso , aku masih marah akibat kejadian semalam. dalam perjalanan ke kantor ku, aku hanya membisu. ” maafin aku bu, habis situasi nya seperti itu” tiba tiba dia membuka pembicaraan. ” sudah lah pak, kalo memang nggak bisa muasin orang nggak usah banyak bicara” jawabku ketus Tapi tiba tiba laju mobil memutar ke arah menjauh dari arah ke kantorku, menuju pinggiran kota. ” mau kemana sih pak, aku bisa telat loh ” protesku. Mobil terus melaju cepat menuju arah utara mendekati area pantai. sepuluh menit kemudian pak warso membelok kan mobil menuju ke sebuah Hotel. dalam hati aku tersenyum sendiri. Setelah pesan kamar, Pak warso membawa mobil masuk ke dalam, dan parkir di depan salah satu kamar. Hotel ini memang bagus karena memiliki kamar sweet yang indah dengan harga yang tak seberapa mahal. Pak warso membuka pintu mobil, aku pura pura diam tak menghiraukan dia. Lalu pak warso menarik tanganku masuk ke kamar hotel. sesampai nya di kamar belum sempat aku berbicara, pak warso telah memelukku dengan erat dan menciumku dengan penuh nafsu. ” aaahhh…pak….ooohhhh…” desah ku sambil membalas kecupan kecupan nya, lidah pak warso bermain main di rongga mulutku. ” sekarang kau boleh minta apapun yang kamu mau, aaaaahhh…aku sudah lama ingin mencumbu mu” kata pak warso di sela sela ciuman nya. Tangan pak warso dengan kasar meremas kedua bukit kembarku, remasan yang kasar semakin membuat aku gila, tubuhku meliuk bagai kan penari yang gemulai. Tangan pak warso mulai turun menyusuri perut ku …meraba pantat ku yang padat berisi. ” Bu….aaaahhh…aku sudah lama menanti saat saat seperti ini…ssshhh….aaahhhh….aku akan puas kan kamu ” kata pak warso sambil terus menciumiku. ciuman itu turun ke bagian dadaku, sementara tangan kanan pak warso mulai menyelinap di balik rok spanku. “Ooohhh….pak …ssshhhh…terus pak..puas kan aku hari ini” kataku ” hari ini aku milik mu pak…aaahhh….terus pak…terus…” kata kata yang tak terkontrol keluar begitu saja. Pak warso membuka satu persatu kancing kemeja kerja ku, dan melepas rokku dan melempar nya begitu saja. aku di dorong nya ke dinding. masih dengan beringas nya pak warso menciumi, menciumi payudaraku, yang masih terbungkus bra, aku mengeliat geliat tak karuan. ” Bu…kamu begitu cantik, tubuh mu begitu indah…aku ingin menikmati tubuh indah mu ini” celoteh pak warso, sambil tangan nya membuka pengait braku, seketika itu payudaraku yang montok menjadi sasaran lidah pak warso. “terus pak…isep pak…isep terus…gigit…gigit puting nya pak” cercau ku ” OOohhh…indah nya….aaahhh…nikmat nya susu kamu bu” ” ayo pak …cepet pak nikmatin tubuhku ini…isep susuku yang montok ini” “aahhhkk….oooohhhh….” aku memekik ketika pak warso tiba tiba saja menyentuh bagian yang paling sensitif itu. Tangan pak warso mengelus elus memekku yang sudah basah. ” pak…terus ..aaahhh…masukin jari nya pak ..ayo pak..” aku memohon padanya Pak warso jongkok di depanku, menarik pahaku kananku dan menaruh nya di pundak nya, kemudian pak warso menjilati memekku dengan rakus nya. ” ooohhh…pak…oh yah…ahhhh…terus pak…terus pak masukin lidah nya yang dalam pak” ” hhmmm….enak nya memek mu Bu…ahhh…ini itil nya ya bu…aku isepin ya sayang” kata pak warso. ” iya pak…isep pak..isep pak…terus pak ” ” ooohhhhhh……….aaaaaahhhhhhh….aaaaahhh….ahhhh…pak aku…aku…oohh…paaaak ..aku…” dengan menghentak hentak kan pinggulku tanganku menekan kuat kuat kepala pak warso, tubuhku terasa kejang dan kakiku gemetar, bagaikan mengeluarkan bongkahan batu yang teramat berat dri dalam rahimku. aku mencapai orgasme yang pertama, kaki ku masih gemetar, pak warso tau aku tak bisa berdiri, dia menggendongku ke ranjang. Kemudian dia menelpon room service memesan juice orange kesukaanku. Pak warso kembali menciumiku, melumat bibirku, kembali aku di permainkan nafsuku, kali ini aku lebih agresif, kubalas ciuman pak warso dan tanganku mengelus pundak pak warso. ciumanku merambat ketelinga pak warso, kusapu habis telinga pak warso dengan lidah ku, kemudian ciumanku turun ke leher pak warso. Pak warso mendesah. ” aaahh…terusin sayang ciumi aku sampai kau puas” ceracau nya tangan pak warso mempermainkan payudaraku, meremas dan memilin putingnya yang mulai mengeras. Tanganku mulai pindah ke ikat pinggang pak warso, segera saja aku buka ikat pinggang itu dan menurun kan celana panjang pak warso. terlihat jelas benjolan di balik celana dalam itu. Aku berjongkok di depan pak warso, perlahan ku turun kan celana dalam itu dan….wow besar nya, gumam ku. aku mengulum batang pak warso yang keras bagaikan gada besi. ” ooohhhh….terus isep sayang…yah …yah…ohhh…aaahhhh ” pak warso mengerang ” aaaahhh…..terus sayang kulum habis kontol ku…aaahhhh ” aku mengulum terus memain kan lidah ku di ujung nya yang merah mengkilat, dan menusuk nusuk kan lidah ku ke lubang yang imut itu. ” eeemmmm….pak …aaahhh kontol bapak nyumi sekali” desahku, sambil terus mengocok batang pak warso dengan bibirku, ku isep dan ku mainkan buah pelir yang menggelantung itu. ” aaaahhhh…..aaahhhh….” pak warso mendesah desah ketika aku menghisap buah peler nya. Pak warso menarik bahuku, dan mendorong tubuhku ke ranjang, aku telungkup di ranjang , dengan posisi setengah badan di ranjang dan kaki ku menjuntai ke lantai. Pak warso menarik ke dua kakiku agar melebar. pak warso kemudian sedikit menurun kan badan nya, memukul mukul kan batang itu ke bongkahan pantat ku. ” aaahhh…pak ….ayo pak …aku sudah tidak tahan jangan permainkan aku pak” kata ku menghiba. pak warso membalik kan badanku , kemudian pak warso menusuk kan gada yang merah itu ke lubang vaginaku. ” aaahhhkkkk….pak sakit pak…sakit…” teriak ku sata kontol besar itu mencoba menyeruak masuk, aku mendorong kaki pak warso dengan kaki ku agar menjauh. pak warso lalu jongkok di depan vaginaku, dan menyapu bibir vagina itu dengan lidah nya. ” aaahhh…pak …oooohhhh….terus pak…terusin pak…” ” aku masukin lagi ya sayang” kata pak warso aku tidak menjawab aku hanya menanti batang itu masuk ke memekku yang sudah lapar dan haus akan kenikmatan itu. ” aaaahhhhkkkk….pelan pelan pak…ouch…sakit pak…sakit…” rintihku pak warso dengan perlahan dan pasti menusukkan kontol besar itu ke memekku. ” ooohhh sayang…sempit sekali…seperti punya perawan…aaahhh ” Kontol itu masuk keseluruhan pak warso diam sejenak , menunggu agar memek basahku bisa menerima kontol yang besar itu. ” yah pak…iyah…iyah…terus pak ..terus…masukin yang dalam pak terus…ooohhh” ” sayang memek kamu nikmat sekali….memek kamu sungguh nikmat…aku akan entot kamu sayang…aku akan memuaskan kamu” oceh pak warso ” ooohhh pak terusin pak…kontol bapak besar dan nikmat….oh ya…yah..yah…” ceracauku diantara sodokan sodokan kontol pak warso. pak warso menarik kontol nya dan memintaku turun ke lantai yang beralaskan selimut, dia memintaku nungging. pak warso membungkukkan bandan nya dan menciumi pantat ku, kemudian dia melebarkan bongkohan pantatku. lidah pak warso menyapu anusku. ” aahhkkk…pak…ooohhh….terus kan pak…iyah…jilati pak..ayo jilati terus anusku pak” ” eemmm…nikmat nya sayang…aku amat suka anus kamu yang indah ini” kata pak warso Kemudian pak warso berdiri dan mulai menusuk nusuk kan kontol nya, kenikmatan tiada tara membawa aku meliuk dan bergoyang mengikuti sodokan demi sodokan dari kontol pak warso. ayo pak…yang keras pak..yang keras…ooohhh …aaahhh” ” pak aku mau keluar pak…aaahhh…ayo pak cepetan pak…yang kenceng pak terus pak sodok memek aku pak…entot yang kuat pak …ayo pak.” ceracau ku ” iya sayang aku juga mau keluar…aaahhh…” ” pak…oooohhhh….aaahhhh aku kelu…ak..aku…akukeluar paaak” dengan hentakan keras ke belakangdan pak warso dengan hentakan keras kedepan aku merasakan seakan akan kontol itu menembus anusku. ” aaahhhhhh……..sayang….ooooohhhhh….oooohhhhhh” terang pak warso yang di iringi semburan hangat di vaginaku. kami berdua ambruk di lantai…menikmati sisa sisa kenikmatan sorga dunia itu. selesai
CeritaDewasa Menjadi Pemuas Nafsu Sang Majikan. Setiap hari aku berjalan. Tidurpun di mana saja. Sementara bekal yang kubawa dari kampung semakin menipis saja. Tiga atau empat hari lagi, aku pasti sudah tidak sanggup lagi bertahan. Karena bekal yang kubawa juga tinggal untuk makan beberapa hari lagi. Itupun hanya sekali saja dalam sehari.
Sungguh beruntung nasib sopir bernama Yudi yang berhasil mendapatkan sebuah kenikmatan di dalam keluarga tempat dia bekerja. Cerita panas ini adalah kisah perslingkuhan Yudi dengan Majikannya dan merembet ke anaknya yang masih SMU. Vivi baru aja pulang dari sekolah. Dia lagi sebal, karena tidak seorangpun yang menjemputnya. Padahal biasanya dia selalu ada yang menjemput, khususnya supir keluarganya. Sudah ditelpon berkali-kali, mulai dari HP maminya, HP supirnya, telepon rumah, tetapi tidak ada yang mengangkat. Akhirnya dia putuskan untuk pulang naik taksi. Sesampainya di rumah, Vivi segera masuk kedalam dan mencari supir keluarganya. Hendak didamprat. Hehehe…Biasa. Putri tunggal selalu judes dan manja. Dia melihat mobil yang biasa dibawa sang supir terparkir didalam garasi. Hal itu membuat dia semakin kesal. Dia berpikir sang supir pasti ketiduran. Dengan emosi dia segera menuju kekamar belakang tempat supirnya biasa beristirahat. Namun dia tidak menemukan siapapun disana. Bahkan, pembantu-pembantunya yang lain juga kok pada “menghilang”. Setelah mencari kesana kemari tanpa hasil, Vivi akhirnya sedikit reda emosinya. Dia lalu naik ke atas dan menuju kekamarnya. Setelah mengganti baju seragamnya dengan pakaian yang lebih nyaman, dia segera merebahkan tubuhnya ke ranjang. Selama beberapa waktu, diatas ranjang Vivi cuman bisa balik kiri, balik kanan. uh…nampaknya dia tidak bisa tertidur. Biar udara dikamarnya cukup sejuk, ada sesuatu yang menghalanginya tertidur. Entar kenapa dia merasa ada yang mengganjal didalam hati. Kemudian dia mendengar suara pintu kamar ortunya dibuka. “Wah, mami dirumah to…”, demikian pikirnya. Dia lalu meloncat turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Vivi hendak “mengajukan” keluhan karena tidak seorangpun yang menjemputnya dari sekolah. Begitu dia keluar kamar, wah…dia cuman melihat sang supir keluar dari kamar ortunya dan menuju ke tangga. Melihat ada Vivi disana, supir itu nampak terkejut. Dengan cepat Vivi menanyakan, kenapa kok tadi dia tidak dijemput. Yudi, sang supir, sedikit gelagapan dengan pertanyaan itu. Intinya dia minta maaf karena tidak bisa menjemput karena ada sedikit keperluan. Lalu dia buru-buru pamit dan turun ke bawah. Vivi bahkan tidak sempat bertanya untuk apa dia ada didalam kamar ortunya. Curiga kalo Yudi mengambil sesuatu dari dalam kamar tersebut, Vivi segera menuju kesana dan masuk kedalam. Wah, ternyata didalam ada maminya yang sedang tertidur pulas. Vivi jadi berpikir macam2. Jangan-jangan ada sesuatu antara maminya dengan Yudi. Dengan perasaan tegang, dia mengawasi isi dari kamar tersebut. Hatinya semakin gundah. Di lantai kamar nampak berserakan kaus dan rok yang biasa dipakai maminya. Juga tergeletak sepotong bra hitam dan CD hitam. Duh. Masa sih maminya selingkuh dengan Pak Yudi? Demikian pikirnya. Tiba-tiba mata Vivi berkaca-kaca. Dia sungguh tidak menyangka, kalo maminya sangat mungkin ada affair dengan Pak Yudi, supirnya sendiri. Bibirnya bergetar, menahan tangis yang bisa meledak kapan saja. Akhirnya, karena tidak kuat menahan perasaannya, dia segera berlari kedalam kamarnya sendiri dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya terasa hancur. Maminya, yang selama ini selalu memberi nasehat tentang kesetiaan, tanggung-jawab dan moral ternyata tak lebih dari seorang wanita yang selingkuh terhadap papinya. Vivi merasa sangat kesal dan perasaannya remuk redam. — Sudah beberapa hari ini Vivi bersikap dingin kepada maminya. Jika diajak bicara, Vivi cuman jawab seadanya, itupun dengan nada datar. Tentu sang ibunda merasa sedih, apalagi dia tidak mengetahui alasan yang sebenarnya. Minggu demi minggu pun berlalu. Namun rasa kesal dan dendam dihati Vivi masih belum juga hilang. Dia lalu bertekat ingin memergoki secara langsung saat maminya berselingkuh dengan Pak Yudi. Akhirnya datang juga saatnya. Waktu itu, sekitar bulan November beberapa tahun yang lalu. Sepulang dari sekolah, dia lalu mengendap-endap naik kelantai atas dan berjalan menuju ke kamar ortunya. Jantung berdegub semakin kencang, mendengar suara rintihan maminya dari dalam kamar. Vivi lalu menempelkan kupingnya ke pintu kamar. Selain suara maminya, dia juga mendengar desahan penuh nafsu dari seorang lelaki. Ya, dia mengenali suara itu. Itu suara Pak Yudi! GUBRAK ! Vivi membuka pintu kamar ortunya dengan keras sampai membentuk tembok kamar bagian dalam. Dia lalu menatap tajam kearah ranjang dengan penuh emosi. Duh, katanya jantungnya serasa ingin copot, berdegub terlalu keras. Dia melihat maminya sedang terlentang tanpa busana diranjang. Supirnya, Pak Yudi sedang asyik menyetubuhinya dari atas. Mereka masih dalam posisi berpelukan dan berciuman bibir saat Vivi tiba-tiba menyeruak masuk. Ibunda Vivi tentu sangat kaget namun tidak bisa berbuat apa-apa. Semua sudah terlambat. Namun Pak Yudi masih terlihat tenang, serasa tidak terjadi apa-apa. Dia masih asyik menggoyang tubuh maminya Vivi dengan santai, seakan memang sengaja ingin menunjukkan hal itu. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi dengan maminya Silvi+Pak Yudi karena tidak ada ceritanya. Yang pasti, setelah melihat itu, Vivi segera kembali kedalam kamar, menangis dengan keras. Besok paginya, saat Vivi bangun, diamelihat maminya sudah berdiri ditepi ranjang, membelai kepalanya dengan lembut. Dengan perasaan muak, dia membuang muka dan segera turun dari ranjang. Sambil menangis, maminya ingin mengajaknya berbicara namun Vivi tidak menghiraukannya. Didalam hatinya sudah tidak ada lagi yang namanya respek/hormat. Yang ada hanyalah perasaan kesal, kecewa dan dendam. — “Pak Yudi, kenapa kamu affair sama mami?”, tanya Vivi ketus. Saat itu, mereka sedang didalam mobil, sepulangnya Vivi dari sekolah. Awalnya, Pak Yudi tidak menanggapi pertanyaan anak majikannya itu. Namun, karena terus didesak dengan nada yang ketus, akhirnya Pak Yudi menjawab juga. “Lha, mami kamu yang mau kok.”, ujarnya enteng. “Bohong ! Ga mungkin mami mau sama orang kayak kamu!”, sahut Vivi ketus. Pak Yudi terkekeh. “Terserah nik. Mau percaya ya udah, ga percaya ya udah. Tapi lah wong begitu kenyataannya.”, ujar Yudi. “Coba kamu pikir lah nik. Mana berani saya menggoda mami kamu kalo dia nggak kasih tanda dulu.” “Maksudmu?”, tanya Vivi lagi, masih dengan nada ketus. “Ya mami kamu yang mau sama saya. Saya cuman melayani kemauan ibu saja. Soalnya mami kamu kan ada kebutuhan, sedang bapak ngga bisa kasih.”, ujar Yudi. “Awalnya mami kamu bilang cuman mau pegang2′ saja. ya saya sih nurut aja sama mami kamu. Ga tahunya kita maen beneran. Eh, Trus mami kamu ketagihan ama saya.”, ujarnya lagi, sambil tertawa ringan. “Mungkin saya ini menarik dimata mamimu.” Yudi memang cukup ganteng. Usianya masih muda, sekitar 23 tahun. Badannya cukup tegap dan berkulit gelap, mungkin karena dulu dia pernah sebagai pekerja kasar seperti kuli bangunan / kuli angkut barang di pasar induk berjemur. Vivi terdiam. Papinya memang jarang pulang dirumah. Suara bising lalu-lintas samar-samar masih terdengar. Tak lama kemudian, mereka sampai dirumah. Vivi segera masuk kedalam rumah, sedang Yudi membuka bagasi mobil dan mengambil barang-barang bawaan Vivi dari sekolah tadi. Cukup banyak barangnya, soalnya semuanya itu adalah untuk keperluan bazaar di sekolah. Setelah meletakkan tumpukan barang-barang tersebut digarasi, Yudi menunggu Vivi diruang tamu bawah, menunggu kepastian mau disimpan dimana peralatan masak tersebut. Setelah ditunggu selama beberapa menit, nampaknya tidak ada tanda-tanda Vivi turun dari atas. Tak sabar menunggu, dia lalu beranjak dari kursi dan naik keatas menuju ke kamarnya Vivi. Setelah pamit dan masuk kedalam kamar, Yudi melihat Vivi sedang duduk termenung ditepi ranjang. Dia masih memakai seragam sekolahnya. Kondisi mental Vivi saat itu sedang hancur. Dia tidak tahu lagi tentang panutan hidup. Yudi lalu ikutan duduk disampingnya. Entah kenapa tiba-tiba ada keinginan dari dirinya untuk menikmati Vivi juga. Dia lalu mengajak Vivi bercakap-cakap. Perlahan tapi pasti, Yudi merasa “pertahahan” Vivi semakin mengendor. Dia sudah bisa bercanda, walau masih dalam takaran yang minim. Saya tidak tahu bagaimana ceritanya, yang pasti kemudian Yudi sudah berhasil menciumi Vivi. Tangannya pun bergerilya, meremasi payudara gadis cantik ini. Yudi lalu pelan-pelan membuka kancing kemeja seragam sekolah Vivi. Tak ada reaksi penolakan. Yudi semakin bersemangat. Setelah berhasil melepas kemejanya, dia lalu memeluk Vivi dan menciuminya dengan penuh nafsu. Vivi cuman diam saja sambil memejamkan mata, membiarkan tubuhnya dijamah oleh supirnya ini. Tak puas sampai disini, Yudi lalu melepas bra putih yang dipakai oleh Vivi. Setelah itu, dia segera menyedot puting payudara Vivi dengan penuh nafsu. Bagi Vivi, ini adalah pertama kalinya seorang lelaki menyentuh tubuhnya. Dia belum pernah pacaran. Beberapa menit kemudian, yang bisa diceritakan adalah Vivi sudah dalam keadaan bugil. Yudi juga demikian. Segera direbahkannya Vivi keranjang dan Yudi pun mulai mempraktekkan keahliannya. Dijilat dan disedotnya vagina Vivi yang masih perawan itu dengan penuh gairah. Vivi cuman mengerang kecil, menahan rasa nikmat untuk pertama kalinya. Setelah Yudi merasakan vagina Vivi sudah siap, dia lalu melepas celana dalamnya dan menyembulah senjata andalannya. Ukurannya yang cukup besar membuat vivi terbelalak. “Tenang saja. Mami kamu menyukai anuku ini lho. Aku jamin kamu juga bakal suka.”, ujar yudi enteng, menyeringai. Dia lalu menggesek-gesekkan penisnya yang kokoh itu pas dibelahan vagina Vivi yang semakin basah. Vivi melenguh. Dia baru pertama kali ini melihat penis seorang lelaki dan lagi penis tersebut sekarang sedang digesekkan ke alat vitalnya. Karena sudah tidak sabar ingin menyetubuhi Vivi, Yudi lalu memposisikan penisnya pas didepan lubang kenikmatan tersebut dan mendorongnya. Vivi tersentar kedepan, dia merasakan sakit divaginanya. Yudi lalu mencoba untuk menusuknya sekali lagi namun gagal. “Kamu masih perasan ya nik?”, tanya Yudi penuh harap. Vivi menganggukdengan lemah. Kita bisa melihat sebuah senyum penuh kemenangan merias wajah Yudi. “Sip nik. Nanti sakit bentar aja kok, abis itu pasti minta lagi. Hahaha”, tawa Yudi. Dia lalu dengan segera menusukkan penisnya kedalam vagina Vivi yang masih sempit itu. Vivi berteriak kesakitan saat alat kelamin Yudi yang kokoh itu mulai masuk dan membelah vaginanya. Erangan kesakitan Vivi malah menambah nafsu supirnya itu. Lalu dengan sodokan penuh tenaga, Yudi memasukkan seluruh penisnya kedalam vagina gadis amoy ini. “Oh…”, erangan penuh nikmat dari Yudi diiringi oleh teriakan kesakitan oleh Vivi. Meleleh-lah air mata gadis cantik ini. Hatinya semakin kacau. Dia tidak menyangka bisa berbuat sampai sejauh ini. Dia tidak menyangka bahwa lelaki pertamanya, lelaki yang merenggut keperawanannya adalah supirnya sendiri. Yudi dengan ganas mengkocok penisnya didalam vagina Vivi. Dia merasa di “surga” dunia, menyetubuhi seorang gadis cantik yang masih perawan. Diciumnya bibir Vivi dengan penuh gairah. Vivi cuman diam sambil mengerutkan dahi menahan sakit divaginanya. Namun setelah beberapa waktu kemudian, perlahan-lahan Vivi merasakan ada yang aneh. Rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang dan dia merasakan sebuah sensasi kenikmatan yang semakin lama semakin kuat. Yudi terus menyetubuhi gadis ini dengan penuh gairah. “Uh…kamu seksi sekali nik. Sama putihnya kayak mami kamu…uh…tapi lebih enak.”, ujar Yudi. Vivi cuman diam saja. Dia semakin menikmati dirinya disetubuhi dengan kasar oleh supirnya ini. Menit demi menit berlalu. Tiba-tiba Vivi merasakan ada denyutan yang menggelora dari dalam tubuhnya. Dia tidak tahu apa itu, tetapi gelora itu semakin lama semakin kuat. Erangan sensual semakin terdengar keras keluar dari mulutnya. Yudi keliatannya mengerti. Dia semakin kerasa mengkocok penisnya didalam vagina Vivi sambil kedua tangannya meremas dengan gemas payudara Vivi yang putih itu. “Oh…oh…mas…ah…”, erang Vivi, semakin intens. Akhirnya, dengan sebuah sentakan kebelakang, vagina Vivi mencengkeram dengan keras penis Yudi yang sedang berada didalam. Vivi memeluk Yudi dengan erat sambil menyambut datangnya orgasme dia yang pertama. Beberapa detik kemudian, gelora kenikmatan itupun menurun. Mata Vivi masih terpejam, merasakan nikmatnya orgasm yang baru saja dia dapatkan. Yudi tidak tinggal diam. Dia lalu mengkocok dengan keras penisnya didalam vagina Vivi. Saking kerasnya, sampai payudara Vivi bergoyang kedepan dan kebelakang mengikuti irama gerakan sang supir itu. Tanpa menunggu terlalu lama, Yudi lalu mencabut penisnya dan mengkocoknya. Dia lalu mengerang dengan penuh nikmat sambil menyemprotkan spermanya. Selama beberapa detik dia menikmati sensasi seksual tersebut. Setelah selesai, dia pun merebahkan dirinya keranjang. Nafasnya masih tersengal-sengal. Vivi diam saja sambil menoleh ke samping, memandangi supirnya. — “Enak kan non? Makanya mami kamu sampe ketagihan…”, ujar yudi sambil senyum. Vivi diam saja sambil membersihkan ceceran sperma disekujur tubuhnya, diwarnai oleh merahnya darah yang keluar dari vaginanya. Yudi lalu mengenakan pakaiannya dan keluar dari kamar, meninggalkan Vivi sendiri didalam sambil menangis, menyesal atas apa yang sudah terjadi. Sejak saat itu, Yudi semakin betah bekerja di keluarnya Vivi. Dia dapat dengan mudah mendapatkan seks gratis. Dari maminya Vivi, dia mendapat uang sebagai balas jasanya. Sedangkan dengan Vivi, dia bisa mendapatkan seks kapanpun dengan seorang gadis muda yang cantik. Sampai suatu saat, Vivi akhirnya hamil. Rekan-rekan dapat membayangkan betapa murkanya sang ayah dan ibunya. Sidang keluarga segera digelar dan terbongkar bahwa Yudi adalah sang ayah dari bayi yang dikandung didalam rahim Vivi. Walau Yudi bersedia bertanggung-jawab, namun orang tua Vivi tidak bisa menerimanya. Karena kesal tidak mendapat restu menikah dengan Vivi, Yudi akhirnya membongkar juga skandal dengan sang ibunda. Tambah nggak karuan deh. Orang tua Vivi akhirnya bercerai. Karena sebenarnya pihak yang kaya adalah dari maminya Silvi, ayah Vivi diberi pembagian harta gono-gini dan keluar dari rumah. Yudi dipecat dengan tidak hormat dari pekerjaannya. Cerita paling santer yang saya dengar adalah Vivi dibawa ke luar negeri untuk menggugurkan kandungannya. Setelah itu, dia melanjutkan studi SMA-nya yang tertinggal di luar negeri juga. Terakhir saya ketemu dengan Vivi beberapa hari yang lalu. Wajahnya nampak segar. Tubuhnya sedikit gemuk, namun justru menambah keseksiannya. Hehehe… Dia sekarang sudah bekerja di sebuah perusahaan asing di LN. Dia berkata bahwa pengalaman buruknya adalah sebuah pelajaran. Dia berharap tidak ada seorang gadis pun didunia ini yang melakukan kesalahan setolol itu. Hm…baguslah. Let’s hope !!
Bersamaandengan itu pula, aku merasakan ada cairan hangat mulai menjalar di batang penisku, terutama ketika terasa sekujur tubuh Sidar gemetar.Aku tetap berusaha untuk menghindari pertemuan antara spermaku dengan sel telur Sidar, tapi terlambat, karena baru aku mencoba mengangkat punggungku dan berniat menumpahkan di luar rahimnya, tapi Sidar malah mengikatkan tangannya lebih erat seolah melarangku menumpahkan di luar yang akhirnya cairan kental dan hangat itu terpaksa tumpah seluruhnya di
Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya. Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku. Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya. Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup. “Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka. Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku. “Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot. “silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku. Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari. Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku. “Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar. “Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet. “Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang. Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu. Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi. “Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis. Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku. “Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku. “Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu. “Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan. “Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan. “Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku. “Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli. Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu. “Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya. Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku. “Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku. Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku. “Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli. Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing. “Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu. Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya. Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu. “Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya. “Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri. “Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya. Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu. “Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku. “Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..” “Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku. Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..” Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku. “Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram. Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali. “Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku. “Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal. “Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang. “Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus. “Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi. “Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya. “Bagaimana Bu Winie..?” “Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas. “Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku. Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali. “Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi. “Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku. “Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas. Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku. “Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku. Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa. Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu. “Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi. Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang. “Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya. “Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu. “Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku. “Ayo dicicipi!” katanya lagi. Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga. “Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue. “Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku. “Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.” Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta. “Terserah kamu saja ” kataku. “Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku. “Memang kenapa!?” tanyaku. “Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali. Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.,,,,,, MemekMajikan Dihantam Keras2 Oleh Kontol Sopirnya. Aku ingin menceritakan pengalaman berkesanku dan aku lakukan pertama kalinya perkenalkan namaku Fitri mahasiswi perguruan tinggi di Bandung. Saat malam hari aku sendirian di rumah ayahku masih di kantor sedangkan ibuku ikut seminar dan di rumah hanya aku dan sopirku di tambah pembantuku.
Majikan yang Melayani Supir dan Pembantunya BosheDewasa - Majikan Yang Melayani Supir Dan Pembantunya. Tidurku yang tak nyaman lantaran dilanda mimpi buruk, terasa makin tak nyaman lantaran nafasku tiba-tiba terasa sesak, dan tubuhku menyerupai terhimpit sesuatu. Rasanya saya tidak mengidap penyakit asma. Namun selangkanganku terasa lezat dan nikmat, menyerupai ada penis yang mengaduk memekkku. Majikan yang Sukarela Melayani Supir dan Pembantunya Belum lagi rasanya buah dadaku diremas lembut, membuatku perlahan tersadar dari tidurku, untuk kemudian mendapati ternyata Wawan yang membuatku terbangun dengan menyetubuhiku. Aku yang masih belum sadar betul, terkejut melihatnya ada di kamarku, apalagi sedang menyetubuhiku, membuatku menjerit ketakutan dan mendorongnya, namun ia terlalu berat buat cewek mungil sepertiku. “Lho Non, katanya mulai kemarin saya boleh menikmati Non?” tanya Wawan memprotesku. Aku pribadi sadar, teringat kemarin memang saya menjanjikan hal ini. “Tapi bukan gini caranya Wan! Masa saya lagi tidur kau ajak beginian. Nggak sopan tau! Lagian saya tadi masih belum sadar benar, bangun-bangun ada orang lain di kamarku, kukira saya sedang diperkosa rampok tau!”, kataku ketus. Sedikit jual mahal boleh dong? Mendengar omelanku, Wawan terdiam. Tapi penisnya yang menancap di vaginaku tidak mengendur sedikitpun. Aku menghela nafas panjang, kemudian berkat. “Ya sudah, cepat lanjutkan. Mana kau ini usang lagi kalau main. Oh tunggu!!”, tiba tiba saya teringat dan menurunkan volume suaraku, “Gila kau ya Wan, kakakku mana??”. Majikan Yang Melayani Supir Dan Pembantunya Wawan cengengesan dan berkata, “Tenang Non, liat ini jam berapa? Kakak non sudah pergi setengah jam yang kemudian kok. Dan saya sudah tidak tahan untuk bermain lagi dengan non nih”. Oh.. saya sedikit lega, dan melihat jam, yang ternyata sudah jam 0815 pagi. “Lalu, semenjak jam berapa kau nggghh… ” belum selesai saya bertanya, Wawan sudah mulai menggenjotku dengan tak sabar, hingga saya melenguh, keenakan. “Oh.. Wan… kamu…”, desahku nikmat. Wawan tersenyum penuh kemenangan, membuatku sedikit jengkel juga, tapi hanya sebentar, lantaran rasa nikmat pribadi melandaku ketika Wawan mengulangi gayanya kemarin, ia memeluk pinggangku, dan menarikku berdiri. Penis yang amat kokoh itu pribadi terbenam begitu dalam, membuatku melenguh-lenguh. Bukan hanya lantaran takut, tapi juga tak ingin penis itu lepas dari vaginaku, membuatku tanpa sadar kembali melingkarkan kakiku ke pinggangnya. Rasanya bacokan penis itu semakin dalam, dan saya yang sudah melingkarkan tanganku ke lehernya supaya tubuhku tidak terjatuh ke belakang, memagut bibirnya penuh nafsu tak perduli dengan wajahnya yang amburadul. Terakhir saya minum obat anti hamil ialah ketika saya digangbang di ruang UKS 2 hari yang lalu, tapi saya tak kuatir hamil, alasannya ialah kini saya sedang bukan dalam masa subur. Aku sudah tak lagi punya niat untuk jual mahal, lantaran rasa nikmat yang sudah menjalar ke seluruh tubuhku benar-benar menghancurkan nalar sehatku. Wawan terus memompa vaginaku sambil berjalan, rasanya nikmat sekali. Aku heran dan menduga-duga ke mana ia mau membawaku, sambil mulai memperhatikan keadaanku. Bajuku masih melekat, walaupun tanpa bra. Aku memang tak pernah tidur dengan menggunakan bra. Tapi celana panjangku dan celana dalamku tidak ada, dan sempat saya melihat dari pintu kamarku ketika Wawan membawa tubuhku keluar, kutemukan kedua benda itu tergeletak di lantai kamarku. Kini Wawan menuruni tangga, rupanya hendak mengajak rekannya kemarin untuk bantu-membantu menikmati tubuhku. Gawat juga nih. Kalau tiap pagi sarapan sex menyerupai ini, bagaimana saya konsentrasi di sekolah? Tapi saya tak kuasa menolak kenikmatan ini, dan pasrah saja mengikuti kemauan Wawan. Setiap langkahnya di tangga menciptakan penisnya memompa vaginaku, dan saya orgasme ringan hingga cairan cintaku mengalir semakin banyak, seharusnya membasahi paha Wawan, yang terlihat senang-senang saja. Akhirnya ia membawaku ke kamar tidur pembantu pria di rumahku, dimana pak Arifin dan Suwito sudah menunggu. Dengan nafas tersengal-sengal lantaran sodokan Wawan yang semakin gencar, saya yang menyadari akan segera digangbang lagi, mencoba mengingatkan mereka dengan terputus-putus bercampur desahan dan lenguhan, “Kalian… harus inghh… ingat… yaaah…. ngggh…. saya nantiiii…. harus… sekolah….”. Mereka tertawa, dan Suwito berkata, “Tenang non Eliza, cuma satu ronde kok. Kami kan juga harus kerja membersihkan bab luar rumah Non…” Suwito membelai pantatku dan melanjutkan. “Aduh non, kalau begini non anggun banget lho non, mana ada pemain drama porno yang secantik nona kita ini ya?”. Pak Arifin menyibakkan rambutku yang terurai ke belakang telingaku dan menimpali, “Kita ini benar-benar beruntung sanggup kerja di sini. Di mana lagi kita sanggup menikmati nona amoy secantik non Eliza ini.. seterusnya lagi. Non Eliza sendiri kan yang minta? Kalau begini mah, bayaran gak naik juga kita betah lho Non kerja hingga renta di sini”. Mereka tertawa bahagia sementara saya yang antara aib bercampur terangsang, tak sanggup menanggapi gurauan mereka, lantaran Wawan sudah melanjutkan pompaan penisnya yang sekeras batangan besi itu, membuatku menggeliat dan melenguh dalam pelukannya. “Nggggh.. Waaan…. aduuuh…. emmpph”, Wawan memagutku dengan buas, hingga saya tak sanggup lagi bebas melenguh. Yang lain sabar menanti gilirannya dengan caranya masing-masing, Suwito membelai dan meremas pantat dan payudaraku, sementara pak Arifin membelai-belai rambutku yang panjang hingga sepunggung ini, sambil menghirup amis harum rambutku. Dengan badan yang dirangsang 3 orang sekaligus menyerupai ini, menciptakan orgasme demi orgasme meluluh lantakkan tubuhku, hingga jadinya datanglah saat-saat yang paling nikmat itu, saya kembali mendapat multi orgasme. “Mmmmmph… hnngggh.. oooohhhh… aaa….duuuuuh….” erangku ketika tubuhku terlonjak-lonjak tak karuan, cairan cintaku membanjir dan membanjir. Betisku melejang-lejang, pinggangku tertekuk ke belakang ketika saya menikmati orgasmeku dengan total. Tubuhku niscaya sudah jatuh kalau tak ditahan Suwito dan pak Arifin, yang memanfaatkan kesempatan itu untuk menyusu pada payudaraku sambil meremas-remas dengan gemas, menciptakan orgasmeku yang susul menyusul ini makin terasa nikmat. Dentang grandfather clock dari dalam ruang tamu di rumahku memperlihatkan kini ini ialah jam 0900! Oh… entahlah, mungkin sudah sejam kali saya digenjot Wawan, kalau ditambah dengan waktu saya masih tertidur. Ia memang perkasa untuk urusan sex, membuatku semakin kagum padanya. Beberapa menit sesudah saya orgasme, Wawan tak tahan lagi. Majikan Yang Melayani Supir Dan Pembantunya “Oooh… memeknya non Eliza ini…. rasanya kontolku kayak diurut-urut… sudah 3 menit… aaah… “, erangnya sambil menembakkan spermanya di dalam liang vaginaku. Aku memejamkan mata ingin menikmati sepuas-puasnya rasa hangat yang memenuhi relung-relung vaginaku. Kurasakan tubuhku dibaringkan di salah satu ranjang mereka, dan penis Wawan sudah terlepas dari vaginaku. Aku membuka mataku, untuk melihat giliran siapa berikutnya. Sedikit beda dari kemarin, kini gilirannya Suwito, yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dan segera membenamkan penisnya ke dalam vaginaku yang masih sangat lembap oleh cairan cintaku dan sperma Wawan. Aku hanya sanggup menggeliat pasrah dibawah tindihan Suwito, yang dengan penuh semangat menggenjotku sepuas-puasnya. Pak Arifin masih memainkan rambutku, yang menurutnya sangat indah. Tiba-tiba saya teringat penis Wawan yang niscaya masih belepotan sperma yang bercampur cairan cintaku. Entah apa yang mendorongku, tapi saya hampir tak sanggup mempercayai bahwa itu ialah suaraku sendiri ketika saya memanggil Wawan, “Wan, sini saya oralin bentar”. Wawan yang sedang duduk di lantai beristirahat, tentu saja tak perlu kuminta dua kali, ia segera bangun mendekatiku dan menyodorkan penisnya untuk kuoral, dan tanpa malu-malu saya memegang penis yang sudah mengendur itu, ku kulum-kulum dan kuseruput hingga pipiku terlihat kempot, hingga tak ada sperma yang tersisa, sementara Wawan melenguh-lenguh keenakan. Benar-benar edan! Bagaimana mungkin saya sanggup seliar ini? Bahkan saya merasa sperma itu begitu lezat dan gurih, apakah ini lantaran saya mulai ketagihan minum sperma? Mungkin saja, lantaran kini saya sudah tak sabar lagi menunggu Suwito orgasme, lantaran saya ingin segera menjilati dan menyedot sperma lagi. Maka sesudah penis Wawan selesai kuoral hingga bersih, saya segera menggerakkan pinggulku menyambut bacokan demi bacokan Suwito, dan benar saja, tak hingga 10 menit Suwito sudah menggeram. Ingin saya memintanya keluar di mulutku, namun saya takut dianggap tidak adil lantaran tadi Wawan sudah keluar di dalam. Maka saya membisu saja, membiarkan Suwito memuaskan hasratnya untuk menyemprotkan spermanya dalam liang vaginaku. Setelah kurasakan tak ada semprotan lagi, saya segera mendorong tubuhnya hingga penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku, dan buru-buru saya berkata, ”To, cepat sini…”. Suwito pun segera menghampiriku, membenamkan penisnya ke mulutku, dan saya segera menyedot-nyedot dengan memejamkan mataku, mencicipi tetes demi tetes sperma yang teroleskan di lidahku. Rasanya nikmat sekali, asin dan begitu gurih. Pak Arifin yang sempat tak kulihat batang hidungnya, kulihat kembali, sambil membawa sebuah sendok teh dan piring kecil. Aku tak terlalu memperdulikan hal itu, dan terus mengulum penis Suwito. Tiba-tiba, saya melepaskan kulumanku, sambil melenguh pelan lantaran mencicipi nikmat pada selangkanganku. Tak apa-apa, toh penis Suwito sudah bersih. Tapi bukan itu yang harus kupikirkan, maka saya melihat ada apa dengan selangkanganku. Ternyata pak Arifin sedang menyendoki lelehan sperma yang bercampur cairan cinta yang mengalir keluar dari vaginaku, dan ditadahi dengan piring kecil tadi. Aku hanya membisu menahan nikmat, ketika sendok kecil itu mengorek-ngorek vaginaku dengan lembut, seolah menyendoki cairan cintaku dan sperma-sperma dari Wawan dan Suwito. Setelah cukup lama, mungkin sesudah vaginaku sudah tak terlalu becek lagi, pak Arifin berkata, “Non Eliza, non suka peju ya? Saya suapin peju mau ya?”. Aku dengan sedikit malu, mengangguk pelan, dan pak Arifin mulai menyuapiku dengan lembut menyerupai menyuapi anaknya yang sedang sakit. Kembali saya mencicipi sperma yang bercampur cairan cinta. Suapan demi suapan cairan yang gurih dan nikmat ini menciptakan saya tak begitu lapar lagi meskipun saya ingat saya belum makan pagi. Setelah jatahku habis, pak Arifin mulai bersiap menggenjotku, sambil bertanya, “Non Eliza, non mau nggak kalau nanti saya mengeluarkan peju dalam lisan non?”. Aku mengangguk senang, kemudian melebarkan selangkanganku selebar-lebarnya, lantaran saya ingat penis pak Arifin ini berukuran raksasa. Kurasakan penis itu sudah mulai melesak sedikit, dan gairahku pribadi naik cepat. Apalagi Wawan dan Suwito ikut menyusu pada payudaraku dengan remasan-remasan kecil. “Aduh… oooh…”, erangku antara sakit dan nikmat. Tetap saja ada rasa sakit yang melanda vaginaku, lantaran ukuran penis pak Arifin sangat besar. Tapi kini saya sanggup lebih cepat beradaptasi, dan mulai mengimbangi genjotan sopirku ini. Setelah rasa sakit itu lenyap, saya mulai mendesah dan melenguh keenakan. Penis itu seolah menancap begitu erat, sehingga ketika pak Arifin menarik penisnya, seolah vaginaku yang menjepit penisnya ikut tertarik, dan tubuhku terangkat sedikit Namun ketika penis itu menghunjam, rasanya vaginaku serasa sedang dimasuki daging keras yang besar hingga sesak sekali. Tak sekeras punya Wawan memang, tapi masih keras untuk ukuran orang seumur pak Arifin. Dan cukup keras untuk menciptakan saya serasa melayang ke awang-awang. Rasa nikmat ini jadinya menciptakan saya orgasme, kembali kakiku melejang-lejang menciptakan jepitan vaginaku pada penis pak Arifin makin erat, dan ini menciptakan pak Arifin kelabakan, penisnya berkedut-kedut. Ia segera menarik penisnya lepas dari vaginaku dengan tergesa-gesa, dan segera membenamkan penisnya dalam mulutku. Majikan Yang Melayani Supir Dan Pembantunya Segera semprotan spermanya yang juga terasa asin dan gurih, membasahi kerongkonganku. Aku terus melahap sperma itu, menjilati dan mengulum penis itu hingga bersih. Aku sudah tak merasa lapar lagi sesudah sarapan sperma dan cairan cintaku sendiri. Mereka bertiga jadinya duduk mengatur nafas mereka yang masih memburu. Wawan yang paling duluan pulih, namun sesuai kesepakatan mereka, ini hanya satu ronde. Tiba-tiba Sulikah tiba terburu-buru sambil membawa celana dalam dan celana panjang satin pasangan baju tidurku. “Non, kakaknya non sudah pulang. Cepetan non, pakai ini dan kembali ke kamar non”, seru Sulikah agak panik. Aku juga ikut panik, segera menggunakan celana dalam dan celana panjang ini, kemudian berlari kembali ke kamarku. Yang lain juga segera menggunakan bajunya masing-masing, kemudian segera keluar dari kamar kawasan kami pesta sex barusan, seakan-akan sedang bekerja menyerupai biasa. Untung Sulikah memberitahu sempurna pada waktunya, saya sudah di dalam ruang makan ketika kudengar deru mesin kendaraan beroda empat kakakku di garasi. Rupanya dosen yang mengajar mata kuliahnya pagi ini tidak datang. Aku naik tangga dengan jantung berdegup kencang, jadinya hingga juga saya ke dalam kamarku yang kulihat sudah rapi, niscaya Sulikah yang merapikan. Sempat kulihat jam, ternyata sudah jam 0930. Dan saya segera masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari keringatku dan keringat 3 orang tadi, juga vaginaku kucuci bersih, hingga terasa kesat. Mungkin lantaran cuma 1 ronde, tubuhku tak terlalu lelah. Selesai mandi, saya mengeringkan tubuhku sambil memastikan tak ada gejala saya gres saja bermain sex dengan mereka. Lalu saya menggunakan baju santai, dan turun ke ruang makan. Di sana sudah menunggu kakakku, yang membawakan saya nasi campur di akrab sekolahnya, kesukaanku. Yah, kebetulan deh. Aku kan belum makan pagi, cuma sarapan sperma dari mereka bertiga tadi. Aku memeluk kakakku senang, dan berkata, LINK RESMI JAMINAN DATUK NB Untuk Link Di atas Dapat Anda Gunakan Untuk Mendapatkan ID PRO DAN JP. Selamat Mencoba <3 “Thank you ya kokoku yang baik”. Kokoku tertawa dan menggodaku,“Iya me. Tapi baik kalau bawain makanan aja ya? Kalau nggak jadi nggak baik?”. Aku memukul lengannya manja, kemudian kami makan bersama. Kami ngobrol kesana kemari, dan tak terasa jadinya selesai juga kami makan. Kokoku kembali ke kamarnya, mungkin main komputer. Aku juga kembali ke kamarku, mempersiapkan diri ke sekolah. Sekarang sudah jam 10, saya biasanya berangkat jam 1130. masih ada satu setengah jam lagi, saya menyiapkan seragamku, putih abu-abu. Juga tas sekolahku, yang membuatku teringat wacana obat perangsang itu. Lalu saya menyisir rambutku rapi, dan duduk manis di ranjangku. Sambil menunggu, saya menelepon temanku, dan kami ngobrol hingga tak terasa sudah waktunya saya harus berangkat. Setelah berpamitan, saya mengenakan seragam sekolahku, kemudian berpamitan pada kokoku, dan turun ke garasi. Seperti biasanya, pak Arifin memperlihatkan diri untuk mengantarku, tapi kutolak halus lantaran saya ingin menyetir kendaraan beroda empat sendiri. Dalam perjalanan, saya mengingat-ingat tragedi pagi ini, dan membayangkan besok saya harus melayani mereka bertiga lagi lantaran kokoku kuliah pagi hingga siang. Hmm, sarapan sex tiap pagi sebelum ke sekolah? Aku menggelengkan kepala tak habis pikir, bisa-bisanya ada pembantu plus sopir yang menggunakan badan anak majikannya.
Rambutnyabotak kulitnya hitam dan wajahnya terlihat buruk keras. Suamiku yang mempekerjakannya sebagai sopir kami sebagai balas jasa telah menyelamatkan suamiku dari ancaman perampokan di jalan raya. Meskipun aku kadang-kadang ketakutan melihat matanya yang jelalatan melihatku, tapi aku menghormati keputusan suamiku. Kisah Mesum Aku Diperkosa Sopirku ini merupakan sebuah cerita dewasa perkosaan tentang seorang istri yang dipaksa oleh supirnya sendiri. Selamat membaca cerpen panas ini dengan sopir Anda masing-masing *** Kisah Mesum Aku Diperkosa Sopirku Untuk mempersingkat waktu, maka saya akan langsung saja menceritakan cerita baru. Namun perlu diingat bahwa ini hanya sebuah cerita fiktif dan bukan cerita nyata. Dilarang keras untuk berpikir bahwa cerita ini nyata. karena cerita ini memang fiktif belaka. Namaku Winie, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang anakku yang paling tua sudah berumur 15 tahun sedang yang bungsu berumur 13 tahun. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang. Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran. Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya. Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku. Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya. Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup. “Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka. Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku. “Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot. “silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku. Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari. Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku. “Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar. “Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet. “Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang. Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu. Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi. “Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis. Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku. “Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku. “Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu. “Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan. “Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan. “Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku. “Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli. Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu. “Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya. Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku. “Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku. Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku. “Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli. Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing. “Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu. Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya. Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu. “Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya. “Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri. “Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya. Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu. “Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku. “Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..” “Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku. Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..” Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku. “Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram. Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali. “Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku. “Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal. “Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang. “Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus. “Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi. “Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya. “Bagaimana Bu Winie..?” “Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas. “Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku. Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali. “Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi. “Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku. “Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu. Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas. Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku. “Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku. Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa. Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu. “Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi. Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang. “Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya. “Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu. “Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku. “Ayo dicicipi!” katanya lagi. Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga. “Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue. “Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku. “Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.” Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta. “Terserah kamu saja ” kataku. “Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku. “Memang kenapa!?” tanyaku. “Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali. Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.
\n \n \n\n \n cerita dewasa sopir dan majikan
Dantak lama dengan posisi memeluk sambil berdiri itu saya secara perlahan membuka gesper kulitnya seraya menurunkan celana panjang mang Sardi supir ku saat itu, dan setelah saya menurunkan celananya yg basah tersiram sower itu kemudian saya juga menurunkan celana kolor nya itu perlahan dan terlihatlah kemaluan laki2nya begitu mengkilat yang baru pertama kali saya lihat secara nyata dan asli di usia saya yang saat itu 20 tahun(sekarang udah 21 tahun), – Cerita Seks – Sebuah cerita dewasa yang sangat menggairahkan yaitu saat berhubungan sex dengan wanita setengah baya yang bisa membuat kita merasa lebih bergairah dan bernafsu. Tulisan dibawah ini menceritakan tentang hubungan sex antara seorang supir dengan majikannya yang cantik dan genit serta haus akan belaian seorang lelaki, mari kita simak cerita dibawah ini. Aku benar-benar lemas mendengar keputusan pihak manajemen perusahaan hari ini. Bulan lalu perusahaan sudah menyampaikan rencananya untuk mengurangi sejumlah karyawan, termasuk pengemudi. Hari ini aku tahu aku termasuk yang kena PHK. Istriku tak banyak bicara ketika kutunjukkan surat pemutusan hubungan kerja itu. Ia hanya memandangi bayi kami yang baru berusia 3 bulan. Terbayang di benak kami bagaimana cara menghidupi bayi ini tanpa pekerjaan. Pesangon yang tak seberapa jumlahnya pasti tak akan bertahan lama. Selama seminggu penuh aku menyibukkan diri dengan iklan lowongan pekerjaan di koran dan mendatangi berbagai macam perusahaan untuk mencari kerja. Hasilnya nihil. Untungnya sorenya istriku membawa kabar gembira. Pak Sulaiman, lelaki tua yang tinggal tak jauh dari rumah kami kena stroke. Ia harus istirahat total dan berhenti menyupir untuk majikannya. Kata istriku, majikan pak Sulaiman butuh supir baru segera. Istriku mengangsurkan secarik kertas bertuliskan nama dan alamat majikan Pak Sulaiman. Esok paginya aku langsung meluncur ke rumah Pak Tan, mantan majikan Pak Sulaiman. Rumah Pak Tan luar biasa besar dan mewah. Pembantu Pak Tan membukakan pintu gerbang dan mempersilakan aku menunggu di beranda. Sejenak kemudian Pak Tan menemuiku. Ia seorang lelaki Cina tua, bos sebuah perusahaan peralatan masak di Surabaya. “Kamu tetangga Pak Sulaiman?” Tanya Pak Tan. “Benar, Pak. Nama saya Andi” “Kamu kelihatan muda sekali. Berapa umurmu?” Tanya Pak Tan. “24tahun, Pak” “Sudah lama jadi supir?” “3 tahun, Pak” “Oke, Andi. Langsung saja. Kamu akan menjadi supir pribadi istri saya. Istri saya adalah Area Manager perusahaan. Ia harus banyak berkeliling ke cabang-cabang perusahaan di kota-kota lain di Jawa Timur dan di Indonesia,” jelas Pak Tan. “Gaji tiga bulan pertama Rp 1,2 juta. Setuju?” “Setuju, Pak” “Kamu mulai kerja hari ini!” kata Pak Tan. Seminggu sudah aku menjadi supir Nyonya Tan. Dari karyawan kantor, aku tahu nama Nyonya Tan adalah Yena, sebuah nama yang elok. Di kantor, para karyawan demikian segan dan hormat padanya, dan tak pernah ada yang bicara buruk tentang perempuan luar biasa ini. Di mobil, ketika tak sedang menelepon, Bu Yena tak banyak bicara. Seperti pagi ini dalam perjalanan ke Malang, menuju ke kantor cabang. Ia hanya bicara beberapa patah kata bilamana aku terlalu cepat atau terlalu pelan mengemudi. Kami sampai di Malang sebelum tengah hari. Bu Yena langsung memimpin rapat para karyawan. Aku sendiri langsung menuju warung makan di depan kantor. Setelah 3 jam menunggu, perutku mulas. Pasti itu karena sambal pecel lele yang kumakan di warung tadi. Aku mencari WC. Kata karyawan kantor, WC supir ada di bagian belakang. Aku segera menyelinap ke belakang mencari WC yang dimaksud, melewati lorong-lorong sempit tumpukan stok barang perusahaan. Setelah selesai dengan urusanku di kamar kecil, aku bermaksud kembali ke depan melewati lorong-lorong sempit itu. Dinding salah satu lorong itu ternyata adalah kaca salah satu ruang kantor. Tirai dinding kaca itu terbuka sedikit, dan tak sengaja dari celah kecil itu aku melihat sebuah adegan seru, yang sudah pasti bukan kegiatan kantoran pada umumnya. Seorang lelaki muda sedang asyik memeluk, mencium dan dengan lidahnya menelusuri dada perempuan yang aku kenal betul, yakni Bu Yena. di atas sebuah sofa di ruang kantor kepala pemasaran cabang Malang. Bagian atas blus Bu Yena terbuka lebar, menampakkan dadanya yang penuh di balik BH yang terurai sebelah. Bu Yena tampak begitu menikmati itu. Kepalanya terdongak dengan mata terpejam bibirnya terbuka. Kalau tak ada dinding kaca ini, aku pasti bisa mendengar desah-desah nikmatnya. Aku terpaku menikmati adegan kecil di celah sempit itu. Tak sengaja lututku menyentuh tumpukan stok barang pecah belah. Setumpuk piring jatuh berhamburan, menimbulkan suara yang pasti terdengar dari dalam ruangan. Kulihat aksi Bu Yena dan lelaki itu terhenti seketika. Aku lari menjauh, tak perlu repot-repot menata ulang piring-piring yang berserakan. Satu jam kemudian Bu Yena keluar dari kantor dan minta balik ke Surabaya. Aku tak berani banyak bicara dalam mobil. Bu Yena juga tidak, tapi ia kelihatan santai sekali. Aku bertanya-tanya dalam hati apakah ia tahu aku mengintipnya tadi. Dua puluh menit kemudian, masih dalam perjalaan balik ke Surabaya, ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. “Andi, berapa umurmu?” Tanya Bu Yena tiba-tiba. “24 tahun, bu” “Sudah menikah?” “Sudah, Bu. Saya punya bayi usia 3 bulan” Tiba-tiba Bu Yena melemparkan satu amplop tebal ke kursi di sebelahku. Sejumlah lembaran seratus ribuan tampak dari ujung amplop yang terbuka. “Itu untuk kamu dan anakmu. 5 juta rupiah!” kata Bu Yena. “Untuk saya?” tanyaku heran. “Ya, untuk kamu,” tegas Bu Yena. “Wah, untuk apa ini, ya, bu?” tanyaku tak mengerti. Aku melihatnya dari kaca spion. Bisa kulihat Bu Yena tersenyum dari kaca itu. “Ini uang tutup mulut. Aku tahu kamu mengintip aku sedang bermesraan dengan Alex tadi. Tidak boleh ada yang tahu ini. Kalau Pak Tan tahu, itu berarti dari kamu. Dan kau pasti akan kehilangan pekerjaan. Kunci mulutmu dengan uang 5 juta itu, dan kau tetap bisa bekerja. Faham?” ujar Bu Yena tegas. Aku terdiam sejenak. Kuberanikan bicara, “Ibu tidak perlu memberi saya uang itu. Saya akan tutup mulut. Ibu bisa pegang kata-kata saya” “Tidak! Ambil saja! Dan jangan bicara lagi!” itulah kalimat terakhir bu Yena. Selebihnya, ia tidak bicara lagi. Besoknya aku menyetorkan uang ke tabunganku tanpabilang-bilang istriku. Dan selanjutnya, aku menutup mulut rapat-rapat. Hari-hari berjalan seperti biasa, tak banyak yang berubah. Yang sedikit berubah adalah suasana di dalam mobil. Belakangan ini Bu Yena kerap kali bergeser tempat duduk. Kalau biasanya ia duduk tepat di belakangku, kali ini ia lebih sering bergeser ke kiri. Ia acap kali mencuri pandang ke arahku dari duduknya di mobil. Entah kenapa ia begitu. Yang jelas aku tak pernah berani menatapnya dari balik spion. Pagi ini aku mengantar Bu Yena ke bandara Juanda. Ia akan bertugas memeriksa cabang Bali selama seminggu. Jadi, selama seminggu ini aku akan stand-by di kantor Pak Tan sebagai sopir cadangan. Tapi selepas siang sebuah sms masuk ke HP-ku. Itu dari Bu Yena. Bunyinya, Sopir cabang Bali sakit. Kamu ke Bali siang ini. Sudah saya kirim uang buat beli tiket pesawat. Kamu langsung ke kantor Cabang Denpasar”. Segera aku mendapatkan uang tiket dan alamat kantor Cabang Denpasar dari kantor Surabaya. Senang juga rasanya naik pesawat untuk pertama kalinya. 4 jam kemudian aku sudah berada di Kantor Cabang Denpasar. “Saya lebih nyaman kalau kamu yang nyupir,” kata Bu Yena begitu duduk di kursi belakang di mobil Cabang Denpasar. “Kamu banyak tahu jalan-jalan di Denpasar, kan?” tanya Bu Yena. “Ya, Bu. Saya menempuh SMA saya di sini,” kataku. “Baiklah, langsung ke Hotel Santika Kuta Beach,” perintah Bu Yena. Setelah check-in di hotel, aku sempat membawakan barang ke kamar Bu Yena, sebuah kamar cottage tepat di pinggir pantai Kuta. “Ini uang buat cari hotel kecil di sekitar sini. Mobil kamu bawa. HP-kamu mesti stand-by. Kalau saya perlu keluar, saya akan telepon,” kata bu Yena. “Baik, bu!” Aku mendapatkan hotel kecil tak jauh dari Santika Kuta Beach. Jam tujuh malam kurang sedikit, sehabis mandi, dan mengenakan t-shirt, teleponku bergetar. Bu Yena kirim SMS. “Charger saya ketinggalan di mobil. Bisa kau antar ke hotel?” demikian bunyi SMS itu. Aku segera beranjak. Ketika sampai di hotel, SMS Bu Yena datang lagi, “Kamu sudah sampai hotel? Bisa langsung antar charger ke kamar saya?” Dengan charger di tangan, aku bergerak ke bagian belakang hotel dan mencari cottage bu Yena. Di malam hari suasana cottage itu syahdu benar, dengan tanaman rindang, lampu redup di seputaran cottage dan deburan ombak laut tak jauh dari cottage. Aku mengetuk pintu cottage. “Masuk saja, tidak dikunci!” terdengar suara Bu Yena. Aku tak berani langsung masuk. Ragu aku berdiri di depan pintu. “Masuk, Andi!” suara Bu Yena agak meninggi, setengah memerintah. Aku mendorong pintu. Bu Yena berdiri di dekat jendela yang menghadap ke pantai dengan segelas soft-drink dengan rambut terurai dan senyum manis. Berdebar aku melihatnya. Tank-top merah ketat yang dikenakan membiarkan lekuk-lekuk dadanya terlihat jelas. Belahan dada yang indah itupun tidak tersembunyikan. Aku menatap kakinya yang jenjang. Shorts putih yang teramat pendek itu menyajikan sepasang paha mulus yang kencang. “Ini chargernya, Bu Yena. Saya taruh sini, ya!” kataku gugup. Bu Yena berjalan menghampiriku. Ya ampun! Cara berjalan itu, demikian menggetarkan dada. Seksi nian orang satu ini. “Kamu kelihatan gugup,” ujar Bu Yena tenang, menatapku dengan pandangan penuh. Tak pernah ia memandangku sedemikian rupa sebelumnya. “Lihat sekeliling. Sebuah kamar yang nyaman dengan lampu redup, dan suara debur ombak. Sempurna sekali, bukan?” kata Bu Yena dalam kerlingnya. Aroma farfum mahal itu menyergap hidungku. Aku tak tahu Bu Yena bicara apa, tapi aku menjawabnya. “Ya, benar. Sempurna,” kataku. Aku mundur beberapa langkah. Bu Yena makin dekat ke arahku. “Apa yang kau pikirkan sekarang?” tanya Bu Yena. Wajahnya tak jauh dari wajahku, “Saya….eh…saya, harus segera balik. Saya tidak ingin mengganggu kesempurnaan suasana ini,” kataku. “Begitu?” kata Bu Yena pelan, meletakkan gelas di meja di sebelahnya. “Kalau begitu, balikkan badan dan tutup pintu itu,” katanya kemudian. Aku menuruti perintahnya. Aku membalikkan badan, dan menutup pintu. “Tidak, begitu, Andi. Tutup dari dalam, bukan dari luar!” ujar Bu Yena. Aku terkejut. “Dari dalam? Maksud Ibu?”” “Ya, dari dalam. Dan kau tetap di sini. Kita cuma berdua di kamar yang romantis ini. Tidak bisakah kau lihat ranjang itu? Tidak kah kau tahu kenapa aku memanggilmu ke sini? Tidak bisakah kau lihat betapa aku menginginkanmu?” Aku diam terpaku. Tapi ada benda yang mulai terasa mekar di selangkanganku. Bu Yena mendekatiku dan mengalungkan kedua tangannya ke leherku. “Pangil aku Yena saja. Bawa aku ke ranjang itu. Aku ingin kamu cumbui aku……
Ե ሓеሜևсрумօ εςеИμирише жо нոдихФехрክፖух οβиИውиξи οмθ
Ιμаλረጸоκуձ упጪкυбዥፋгոкυсвиςу ырсሡчохጊδ отроኚեвичՎէ аςያснΓехацурысο էծሿψуፎօኅи
Ա κиОδοвсቅռ በо ζурዝшАцαпυктዓ звиዞиհиኆуν оጽуλиሳէдрΣепс наχ
Зв օμυвуዠо ፓеДεፎፀтυβаገ аዒωሠጋςижаЛеξуթεմуጳ ξучαжአ ևбрιбецԵՒ ց
CeritaDewasa Sopir Majikan Memperkosaku - Sebut saja namaku Lilis. Sudah dua tahun lebih aku bekerja sebagai seorang pembantu di keluarga Pak Dimas, seorang kepala desa yang sangat dihormati oleh warga setempat. Dan selama itu pulalah aku merasakan pahitmanisnya menjadi seorang pembantu, termasuk manisnya di perkosa.
CeritaSeks pembantu vs majikan. Pentilsusu - Cerita Seks pembantu vs majikan, Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung, Di sana aku tinggal di rumah pamanku, Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak sampai saat itu
CeritaDewasa Sopir Majikan Memperkosaku. Cerita Dewasa Sopir Majikan Memperkosaku - Sebut saja namaku Lilis. Sudah dua tahun lebih aku bekerja sebagai seorang pembantu di keluarga Pak Dimas, seorang kepala desa yang sangat dihormati oleh warga setempat. Dan selama itu pulalah aku merasakan pahitmanisnya menjadi seorang pembantu, termasuk
Akupunnaik ke atas dan ganti daster lalu tidur.Selintas di jam dinding kamarku jam 9.30 malam, saya ga bisa tidur sama sekali, yg terlintas di bayanganku saat itu hanyalah kejadian demi kejadian hari itu yang betul2 pengalaman mengasikan yg dilakukan kami berdua yaitu saya dengan mang Pardi supir ku , dan setelah kejadian itu kami seringkali
uXwB1.